Freelance Itu Ada Kontraknya Nggak, Sih? Ini Penjelasannya

Waktu pertama kali dapat project freelance, saya pikir semua cukup diselesaikan lewat WhatsApp.
Brief diketik, harga disepakati, lalu tinggal kerja dan kirim hasil.
Tapi ternyata, kenyataan nggak selalu semudah itu.
Saya pernah ngalamin:
- Udah kirim hasil, klien malah ngilang
- Revisi minta terus, tapi bayaran nggak kunjung ditransfer
- Dan baru sadar: “Oh iya, saya nggak punya bukti tertulis apa pun.”
Dari situ saya mulai paham pentingnya kontrak kerja, bahkan untuk freelancer.
Tapi tenang… nggak perlu yang ribet atau harus notaris kok.
Yang penting jelas, tertulis, dan disepakati dua pihak.
1. Freelance Juga Bisa (Dan Sebaiknya) Punya Kontrak
Banyak yang kira kerja freelance itu lepas begitu aja. Tapi secara hukum, pekerjaan freelance tetap bisa — dan sebaiknya — punya kontrak.
Bentuknya bisa:
- Surat perjanjian kerja freelance
- Kesepakatan lewat email
- Atau bahkan proposal & invoice yang dikonfirmasi klien secara tertulis
Asal kedua belah pihak sepakat, itu sudah sah secara hukum.
Kontrak bukan soal ribet-ribetan, tapi soal profesionalisme & perlindungan.
2. Bentuk-Bentuk Kontrak Freelance yang Umum Digunakan
Dari pengalaman saya, beberapa bentuk kontrak atau perjanjian kerja yang sering digunakan antara freelancer dan klien:
- Dokumen Tertulis (Word/PDF)
Paling ideal untuk pekerjaan bernilai besar atau durasi panjang. - Kesepakatan via Email
Minimal banget. Penting disimpan karena jadi bukti tertulis. - Platform Freelance (Fastwork, Sribulancer, dll)
Sudah otomatis dilindungi sistem escrow & kontrak digital. - PO (Purchase Order)
Biasanya dari agensi/perusahaan untuk kerja jangka pendek tapi rutin.
Contoh pribadi:
Saya pernah terima PO dari agensi digital buat handle Google Ads selama 1 bulan, dengan fee jelas dan timeline pasti.
3. Kapan Freelancer Wajib Bikin Kontrak?
Saya mulai disiplin bikin kontrak saat:
- Nilai project di atas Rp2 juta
- Pekerjaan butuh proses panjang & revisi berulang
- Klien baru & belum dikenal
- Klien korporat yang butuh invoice, NPWP, dan dokumen legal
Pengalaman ngajarin saya bahwa kontrak itu justru makin dibutuhkan saat kita mulai naik level. Klien profesional malah lebih nyaman kalau ada kesepakatan tertulis.
4. Pengalaman Pribadi: Pernah Nggak Dibayar karena Nggak Ada Bukti Tertulis
Saya pernah bantu SEO blog milik pebisnis muda, fee-nya Rp1,2 juta.
Semua deal via WA, tanpa kontrak.
Saya kerjakan, kirim hasil, direvisi, dan…
Setelah itu, klien mulai lambat bales. Lama-lama ngilang.

Padahal waktu, energi, dan riset udah keluar.
Setelah kejadian itu, saya mulai bikin:
- Template perjanjian kerja freelance (sederhana tapi jelas)
- Kirim via Google Docs, dan klien cukup balas email sebagai tanda setuju
Sejak itu, kerjaan lebih rapi, dan posisi saya saat follow-up juga lebih kuat.
5. Isi Kontrak Freelance yang Wajib Ada
Biar nggak bingung, ini poin-poin minimal yang selalu saya cantumkan dalam perjanjian kerja freelance:
- Nama + kontak dua belah pihak
- Deskripsi pekerjaan (misal: Audit SEO + Content Plan 1 bulan)
- Durasi kerja (contoh: 7 hari kerja)
- Harga + sistem pembayaran (DP 50%, sisa setelah final)
- Ketentuan revisi (maksimal 2x, hanya untuk struktur bukan keyword)
- Hak cipta atau penggunaan hasil
- Ketentuan pembatalan project
📎 Tips: Pakai bahasa yang simpel dan bisa dimengerti dua pihak. Nggak perlu pakai istilah hukum berat.
6. Kalau Klien Nggak Mau Kontrak Formal, Solusinya Gimana?
Beberapa klien, terutama UMKM atau perorangan, kadang enggan tanda tangan kontrak.
Yang saya lakukan:
- Minimal kirim email berisi rangkuman brief, harga, dan timeline
- Simpan chat WhatsApp yang menyebut angka dan persetujuan
- Kirim invoice digital (bisa via Canva/Google Docs) dan minta konfirmasi
- Bisa juga gunakan Google Form sebagai form persetujuan
Intinya: tetap cari cara agar ada bukti tertulis yang bisa disimpan.
7. Platform Freelance = Kontrak Otomatis?
Secara teknis, iya.
Misalnya di Fastwork, semua project sudah otomatis:
- Punya sistem escrow
- Timeline kerja terjadwal
- Dispute bisa diselesaikan pihak ketiga
- Uang ditahan sampai klien menyetujui hasil kerja

Tapi tetap saya sarankan:
- Simpan file pekerjaan di Google Drive
- Simpan chat penting, terutama soal revisi dan approval
8. Bagaimana Jika Kontrak Sudah Dibuat, Tapi Klien Tidak Membayar?
Ini salah satu pertanyaan penting. Dan... pernah saya alami juga.
Langkah yang saya lakukan saat klien nunggak bayar padahal kontrak sudah dibuat:
- Kirim reminder via email/WA (dengan sopan tapi tegas)
- Sertakan salinan kontrak + bukti hasil kerja
- Berikan tenggat waktu pelunasan (misal: 7 hari kerja)
- Kirim ulang invoice final dengan kalimat:
“Sesuai kesepakatan kontrak tertanggal xx, pelunasan seharusnya dilakukan maksimal xx. Mohon segera diselesaikan.”
Jika tetap tidak dibayar dan nominalnya signifikan:
- Gunakan jasa konsultasi hukum ringan (misal Justika, Hukumonline)
- Kirim surat somasi ringan atau peringatan tertulis resmi
📌 Tapi jujur: sejak saya selalu pakai kontrak tertulis, kasus kayak gini bisa ditekan hampir 0. Karena klien juga sadar ada konsekuensinya.
Kontrak Freelance Itu Bukan Formalitas, Tapi Proteksi
Sebagai freelancer, kita kerja lepas. Tapi bukan berarti kerja tanpa aturan.
Dan kontrak kerja itu bukan tanda curiga, tapi tanda profesionalisme.
Justru makin jelas kesepakatan dari awal, makin lancar kerjaan sampai akhir.
Kalau kamu mulai serius di dunia freelance, apalagi mau pegang klien perusahaan, kontrak itu wajib hukumnya — minimal versi sederhana yang bisa disepakati bersama.
Semoga pengalaman saya bisa bantu kamu lebih siap, lebih rapi, dan makin percaya diri sebagai freelancer.
Yuk, mulai disiplin bikin kontrak. Karena freelance itu kerja beneran, bukan kerja iseng.